Minggu, 28 September 2014

Ribuan Mimpi Sirna



Setelah laluan hari yang telah kita lewati bersama, mungkin ini saatnya. Saatnya dimana kamu berada di titik kejenuhan, ketika kamu bersamaku. Entah, salahku apa..Entah apa yang harus aku lakukan untuk kedepannya..Satu persatu pertanyaan selalu tercipta, apakah aku sudah tak baik untukmu ? apakah aku suda tak kau butuhkan lagi ? Apakah aku tak secantik saat pertama kali kamu perjuangkan aku sampai titik darah penghabisanmu ? Apakah aku tak seindah saat pertama kali kamu menjatuhkan hatimu kepadaku ? Apakah kamu melihat sosok lain yang lebih pantas untuk kamu perjuangkan lagi ? Apakah iya ? Iya, pertanyaan itulah yang selalu beredar pesat di pusat edarku. 
Jika pertanyaanku itu ternyata benar, Apakah harus aku mempertahankan kamu untuk kesekian kalinya ? Apakah harus aku menahanmu untuk tetap tinggal ? Apakah harus aku mengalah (lagi) ?
Apakah kamu tau ? di pagi hari, ada seorang yang menangis dalam hatinya ketika ia tengah sarapan pagi, ia menagis ketika tau kamu tak menggubris perasaanny lagi, ketika ia melihat percakapan di media sosial bersama orang yang membuat ia merasa kamu dan dia ada something special, ketika ia tau kamu tak membalas pesan singkatnya namun kamu membalas percakapan itu dengan santainya. Ia pun berhenti memakan sarapan paginya, hujan terus membasahi pipi lembutnya dan hujan itu telah membasahi pipi lembutnya untuk yang kesekian kalinya tanpa ia harapkan datangnya hujan itu. Apakah kamu tau bagaimana perasaannya saat itu ? tau ? iya, untuk apa juga kamu memikirkan hal yang tidak penting seperti ini.
Sakit rasanya, ketika aku teringat pada suatu masa, ketika kita lalui hari dengan selalu bersama, kita lewati hari dengan apa yang kita sebut itu cinta, ketika mengingat kita lewati hari dengan seribu mimpi yang selalu mengelilingi benak kita, sakit ketika mimpi kita harus kamu buang sia-sia seperti ini, sakit rasanya ketika harus mengingat betapa sulitnya aku mempertahankanmu ketika kedua orang tua kita saling tak merestui hubungan ini dan sakit ketika mengingat dimana kita lewati hari dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Sakit ketika kamu tak membalas pesan singkatku dan amu ber alibi bahwanya kamu tidur, padahal apa yang aku tau ? aku melihat kamu membalas percakapan di media sosial bersamanya, bersama sesosok wanita yang kamu sebut hanya sebatas teman, tapi ?  seperti itukah batasan seorang teman ? pantaskan kamu sebut itu hanya sebatas teman ? ketika kamu memperhatikannya ketika ia sakit, apa kamu tak merasa bagaimana caramu memperlakukan dia ? apa kamu tak merasa ? apa kamu masi ingin mengatakan bahwasanya kamu dengannya hanya sebatas teman ? iya ? Aku tau aku sadar mungkin saat ini dia yang selalu kamu lihat setiap hari, mungkin kamu telah melihat banyak kekuranganku ketika kamu bersamanya, mungkin kamu merasa aku seperti goresan tinta kecil dibanding dia yang layaknya tulisan-tulisan yang indah tanpa sebuah goresan. Iya, aku sadar. Aku tidak ada apa-apanya dibanding dia.
Sejenuh itukah kamu kepadaku ? Sebosan itukah ? Semalas itukah ? Lalu, apa yang harus aku lakukan ? membiarkanmu bersikap seperti itu ? membiarkanmu memberikan perhatian kepada sosok yang sering kamu sebut hanya teman ?harus rela membiarkanmu pergi ? haruskah ? haruskah ? haruskah sayang ? harus ? Iya sakit rasanya, tapi aku harus bisa menerima segala tingkah lakumu, menerima ketika kamu harus berbohong kepadaku, menerima disaat kamu tak memperhatikanku lagi, menerima disaat kamu lebih mementingkan sosok dimana ia yang selalu membuat aku berfikir negative tentang kamu dan dia, menerima disaat aku melihat kalian bersenang- senang ria sedangkan aku hanya bisa menyaksikan cerita romantis kalian berdua. Saat ini aku hanya bisa bersabar, hanya bisa menunggu, hanya bisa berharap. Berharap kamu sadar, ada hati yang selalu menunggumu dan berharap sosokmu kembali seperti sedia kala.